Saturday, October 30, 2010

Refleksi Bencana: Mentawai Dan Merapi

Duka mendalam kini sedang dirasakan bangsa Indonesia. Bencana datang silih berganti, seperti ingin menunjukkan kuasanya. Belum sempat kita ini melihat kepedihan Kepulauan Mentawai, mata dunia terpana melihat amukan Gunung Merapi. Kita hanya bisa tertegun, hanya bisa menangis dan bersedih. Rumah-rumah hancur disapu air bah dari laut. Tanpa ampun. Tanpa pandang bulu. Rumah ibadah, rumah tinggal, tempat bermain, sekolah tempat anak-anak menimba ilmu, semua hancur berantakan. Tidak hanya rata dengan tanah, namun bangunan-bangunan itu berpindah entah kemana. Entah kedasar laut ataupun tersangkut di pepohonan. Semua hilang. Semua musnah.

Taman bermain anak-anak kini musnah. Riuh rendah mereka setiap sore pulang dari surau kini tak ada lagi. Tempat berkumpulnya para nelayan kini entah dimana letaknya. Tak ada lagi yang bisa dikenali. Tahun demi tahun mereka membangun pemukiman itu. Puluhan tahun mereka menghuni rumah kesayangan dan kebanggaan mereka, kini tak ada lagi hasil kebanggan itu. Jerih payah orang tua mendidik anak-anak mereka, menyekolahkan mereka, mengajari mereka bersopan santun, mengaji dan belajar, kini hanya tinggal kenangan bagi pepohonan yang diam tanpa kata. Air bah merenggut semuanya.

Ada yang terluka, ada yang hilang, ada pula yang meninggal. Menyisakan kepedihan yang sangat dalam. Tangisan mereka kini semakin menjadi-jadi. Membayangkan betapa sakitnya masa depan tanpa orang-orang yang selama ini mereka sayangi. Seorang ayah yang selalu dengan sabar membimbing anak-anaknya. Ibu yang selalu melindungi anak-anaknya. Anak-anak yang selalu patuh dan hormat kepada orang tuanya, kini tak ada lagi.

Gelak tawa ibu-ibu di arisan, khidmatnya suasana surau saat majelis taklim digelar, saling tegur sapa, saling berbagi dan saling membantu, kini mereka sedang dimana, dan entah bagaimana keadaan mereka.

Tak hanya di tepi pantai Mentawai. Yang di lereng gunungpun tak luput dari bencana. Gunung Merapi memuntahkan hawa panasnya menyapu lerengnya dengan hawa ratusan dejarat. Semua panik, mengungsi, lari tunggang langgang menghindari amukan sang merapi. Tak ada yang bisa diselamatkan kecuali jiwa dan raga. Hewan piaraan dibiarkan tertinggal dan mati terpanggang. Yang belum sempat menyelamatkan diripun akhirnya juga ikut meninggal akibat panas yang teramat sangat. Abu vulkanik dimana-mana. Debu menjadi pemandangan yang menutupi apapun yang ada disana. Pepohonan mati. Terbakar. Tumbang. Hancur. Layu dan mengering. Semua karena bencana panas bumi yang dimuntahkan sang merapi.

Kini rasa was-was masih menggoda. Menyusup kedalam jiwa semua yang berada disana. Bencana bisa saja datang kembali sewaktu-waktu tanpa kenal ampun. Tak ada yang tahu kapan bencana terjadi. Mereka hanya harus waspada, siaga dan awas.

Bencana yang datang itupun bukan kehendak manusia. Bukan permintaan siapapun. Itu hanyalah sebagian kecil bukti kekuasaan Nya. Tak ada yang kekal. Tak ada yang abadi. Semua bisa hancur oleh kehendakNya. Manusia juga tak bisa menghindarinya. Lagipula tak ada yang berniat mendekati bencana, tak ada yang menginginkan petaka. Mereka bermukim disana juga bukan kehendak mereka. Mereka hanya menempati lahan pemberian Tuhan. Mereka bermukim dengan penuh pengharapan akan masa depan. Laut itu, yang penuh ikan, yang penuh kekayaan mereka kelola, mereka nikmati sebagai karuniaNya. Sambil terus menggantungkan masa depan dari hasil laut. Mereka tak ingin ada tsunami, mereka tak ingin air laut itu naik ke pemukiman mereka.

Begitu juga yang di lereng gunung. Puluhan tahun bahkan ratusan tahun mereka bermukim disana, juga karena hanya ingin bersyukur atas nikmatNya berupa pegunungan yang subur dan kaya akan hasil alam. Mereka kelola, mereka nikmati dan mereka syukuri. Sambil terus menggantungkan pengharapan akan masa depan dari pegunungan. Hanya itu. Dan hanya itu. Mereka tak ingin ada gunung meletus. Tak ingin ada bencana. Mereka hanya harus menyadari bahwa Tuhan bisa melakukan apa saja yang ingin ditunjukkanNya.

Kini mereka sedang terluka, berduka dan bersedih. Kini sementara mereka larut dalam kesedihan mereka. Namun kita tak boleh membiarkan mereka menanggung sendiri apa yang mereka rasakan. Kita yang di sini harus bersyukur masih diberi keselamatan dan terhindar dari bencana dengan cara membantu mereka. Uluran tangan kita, kepedulian kita sangat mereka harapkan. Mereka butuh makan, mereka butuh tempat tinggal. Mereka kini butuh rasa aman dan nyaman. Jiwa mereka, raga mereka sangat pedih saat ini. Jangan biarkan mereka merasa sendiri. Kita yang di sini harus menunjukkan kepada mereka bahwa mereka juga saudara kita, sahabat-sahabat kita. Kita pedulikan mereka. Mereka masih harus punya masa depan. Jangan biarkan mimpi-mimpi mereka tentang masa depan hilang karena bencana. Mari bersama bangkitkan mereka.

0 comments:

image

Brand Development

Saya adalah blogger, penulis, citizen journalist sekaligus praktisi marketing. Konsultan pengembangan merek, penyusunan sistem franchise. Trainer marketing, sales dan online advertising

image

Web Development

Anda butuh website atau blog pribadi? Untuk pengembangan usaha, LSM, organisasi, sekolah, toko online atau perusahaan Anda? Silahkan hubungi saya 0812-2222-0750 atau kirim email ke mr.antowiyono@gmail.com