Tuesday, March 19, 2013

Sendratari Anak-anak Bisu Tuli Digelar Spektakuler

Luar biasa. Itulah gambaran singkat pagelaran Sendratari Ramayana yang diperankan oleh anak-anak siswi tuna rungu LPATR Dena Upakara, Jumat 15 Maret 2013 lalu. Setelah secara intensif selama tujuh minggu panitia yang terbentuk dari berbagai komunitas ini berjibaku mengumpulkan beberapa komponen pendukung acara, akhirnya pagelaran sebagai puncak dari Dies Natalis ke 75th Dena Upakara tertunaikan sudah.

Hampir seluruh tiket terjual. Gedung Sasana Adipura Kencana, tempat berlangsungnya acara penuh sesak. Hingga panitia harus membuka kedua pintu samping agar udara leluasa masuk kedalam gedung dan penonton tidak terlalu pengap.
Tepat pukul 19.00 sebuah grup musik rebana dari mahasiswa UNSIQ tampil sebagai pembuka. Disusul kemudian oleh Teater Banyu yang memerankan sebuah rumah tangga yang sedikit mengalami permasalahan.

Kemudian acara puncakpun dimulai  yakni pagelaran mahakarya spektakuler Sendratari Ramayana. Didukung oleh sound system dan stage lighting dari GM Production Jogjakarta, suasa panggung yang sudah sarat properti seperti pepohonan dan bebatuan, menjadi semakin terlihat menawan dan membawa pikiran penonton mengikuti jalur ceritanya.
Setidaknya ada 10 babak yang dirangkai menjadi satu mengikuti naskah sinopsis Sendratari Ramayana dengan lakon “Brubuh Ngalengka” itu. Dalam lakon tersebut diceritakan Hanuman yang menculik Shinta lalu terjadilah kehebohan di Ngalengka Diraja. Cerita berakhir setelah terjadi kedamaian dan happy ending. 

Penontonpun bersorak sorai hingga puluhan kali setiap menyaksikan adegan-adegan yang luar biasa. Bagaimana tidak, sebuah pagelaran drama musikal diperankan oleh anak-anak tuna rungu (bisu tuli) yang hanya mengandalkan feeling dan insting bisa berkolaborasi dengan musik gamelan dengan pangrawit guru-guru LPATR Dena Upakara.

Setelah salam penutup dengan menampilkan seluruh pemain sebanyak 36 anak, Bupati Wonosobo H. Kholiq Arif Msi memberikan sambutan dan applaus luar biasa kepada seluruh pemain. Selain itu Bupati juga memberi apresiasi kepada seluruh elemen yang turut berjibaku menyusun acara hingga tuntas. Yang menarik di sini adalah bahwa panitia, EO dan kru merupakan kolaborasi dari berbagai elemen yakni Suster PMY (Putri Maria Yoseph), OMK (Organisasi Muda Katholik), Mudika (Muda Mudi Katholik), BEM UNSIQ, PMII (Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia), IPNU/IPPNU, Ikatan pelajar Muhammadiyah, budayawan lokal dan  wartawan Tabloid Taman Plaza.

Shinta Bachir Pulang Kampung dan Temui Penggemarnya


Kangen dengan orang tuanya, Shinta Bachir pulang kampung. Meski di Jakarta sudah dipenuhi oleh jadwal syuting dan berbagai jadwal acara namun tak meluruhkan kerinduannya pada orang tua di kampung halaman. Ya, Shinta Bachir adalah salah satu aktris yang orang tuanya masih tetap tinggal di kampung, tidak seperti kebanyakan artis yang memboyong kedua orang tua ke Jakarta.

Selain untuk menemui kedua orang tuanya, kepulangannya kali ini juga untuk menemui para penggemarnya yang menamakan diri WBC (Wonosobo Bachir Club). WBC adalah sekelompok anak muda yang berkumpul dan menjadikan Shinta Bachir sebagai acuan motivasi mereka untuk berkarya dan berkreatifitas. Menurut mereka, Shinta Bachir layak mendapatkan predikat seperti itu lantaran tekadnya menembus batas hingga bisa menjadi aktris terkenal di ibukota.

Setelah sungkem dengan kedua orang tuanya di Dusun Sipedet, Desa Tempursari, Sapuran, pemeran Tante Dolly dalam film Suster Keramas ini sudah ditunggu jadwal jumpa fans di beberapa tempat di Kota Wonosobo. Keberangkatan dari rumah menuju lokasi jumpa fans, Shinta dikawal oleh petugas Patwal dan diiring oleh para penggemarnya. Selain itu ada juga rombongan wartawan infotainment dari Jakarta. Jadwal pertama hari itu adalah talkshow di Radio Pesona FM. Selama satu jam, jumpa fans di udara yang dipandu live oleh Pemred Taman Plaza, Haqqi El Anshary ini cukup interaktif. Banyak hal terungkap dalam sesi ini. 

Selain berbagai pertanyaan dari moderator, para pendengar juga banyak yang mengajukan pertanyaan baik melalui sambungan telepon maupun melalui pesan singkat SMS.
Selepas dari Radio Pesona, pemain film “Mati Muda di Pelukan Janda”  itu meluncur ke Dieng Cinema dalam acara pengundian hadiah bagi penonton Dieng Cinema. Setelah istirahat di Coffee Paste, Shinta lalu memenuhi undangan Bupati Kholiq Arif untuk makan malam bersama. Dalam kesempatan ini Bupati menyampaikan apresiasi kepada Shinta Bachir. Bupati juga memberikan satu buah buku berjudul “Mata Air Peradaban” karya Bupati Kholiq Arif. Shinta juga mendapatkan undangan untuk mengisi rangkaian Hari Jadi Wonosobo tahun ini.

Sebagai acara puncak, digelar acara jumpa fans di Allure Square sekaligus peresmian Wonosobo Bachir Club. Dalam kesempatan tersebut, Shinta juga menyanyikan singlenya berjudul Aku Galau. Acara yang dipandu MC Ayoe Sondakh tersebut cukup meriah dengan ratusan penonton. Bukan hanya  itu, Shinta Bachir juga meresmikan grup band ON AIR dalam naungan manajemen Shinta Bachir.

Perjalanan Shinta Bachir

Jika sekarang Shinta Bachir tampil sebagai seorang aktris terkenal, itu bukan sebuah kebetulan atau tanpa melewati proses yang berliku. Perjalanan seorang Shinta Bachir hingga mencapai popularitas seperti saat ini ternyata diwarnai oleh berbagai cerita yang sangat menarik sekaligus mengharukan.

Pemilik nama asli Istiqomah itu menyelesaikan sekolahnya di Semarang. Di sana, dia tinggal bersama sang bibi. Di sela-sela jam belajarnya, Shinta membantu sang bibi yang mempunyai usaha salon. Selain menjadi asisten di salon tersebut, Shinta kerap kali dijadikan model oleh sang bibi. Seorang penggemar bernama Ova Herdiana mengatakan kepada kami, “Saya pernah dikeramasi sama Shinta waktu masih bekerja di salon di Semarang,” kenangnya.

Selepas dari Semarang, Shinta berangkat merantau ke Jakarta. Di ibu kota, anak ke 7 dari 9 bersaudara ini tinggal bersama sang kakak dan tidak punya pekerjaan tetap. Namun, dari situlah cerita Shinta menjadi artis bermula. “Waktu itu ada syuting sinetron di dekat tempat tinggal kami. Karena lihat artis syuting, saya manfaatin buat foto-foto, narsis gitu lah,” kenangnya sambil tertawa. 

Di lokasi syuting itu ada seorang kru yang mendekati Shinta, menawarkan untuk ikut sebagai figuran. Awalnya Shinta menolak karena takut tidak bisa berperan seperti permintaan sutradara. “lalu saya ikut sebagai figuran, hanya lewat saja di depan kamera, dibayar Rp. 50.000,” kata Shinta.

Dari situ Shinta berkenalan dengan sesama figuran, kemudian saling berbagi informasi jika ada rumah produksi yang mengadakan casting. Salah satu sinetron yang melibatkannya adalah Abdel dan Temon yang tayang di Global TV. “Saya jadi tante-tante seksi yang naik ojek si Temon,” ujarnya. Dari peran itu Shinta dapat bayaran Rp. 150.000.
Hari demi hari, Shinta semakin sering ikut casting. Hasilnya, dia menjadi pemeran di iklan sebuah produk kesehatan. Saat itulah Shinta mulai mendapatkan bayaran yang besar. Dalam iklan tersebut Shinta mendapatkan bayaran Rp. 7 juta. “Awalnya saya nggak percaya ketika membuka amplop dapat segitu, saya pikir itu salah. Lalu saya telpon bagian administrasi PH tersebut,” ujar Shinta mengenang. “Saya pikir hanya sekitar lima ratus ribuan. Ternyata jutaan, ya saya anggap itu uang yang cukup besar waktu itu,” sambungnya.

Sukses menjadi bintang iklan, gadis yang bercita-cita menjadi pramugari ini mendapatkan sebuah peran di film “Suster Keramas”. Di film yang juga dibintangi oleh aktris Jepang Rin Sakuragi itu, Shinta berperan sebagai Tante Dolly. “Di film itu saya mulai pakai nama populer Shinta Bachir,” katanya.

Dari situlah Shinta semakin populer. Beberapa film mulai ia bintangi. Berbagai iklanpun mulai menggunakannya sebagi bintang iklan. Selain itu juga banyak tawaran di beberapa variety show dan pemandu kuis di televisi.
Sukses di Jakarta tidak membuat Shinta lupa diri. Dia tetap ingat dengan kedua orang tuanya. Dia juga tetap konsisten untuk mengakui kepada media dan publik bahwa dia memang berasal dari kampung. Pemeran film Mama Minta Pulsa ini juga tidak malu membawa sejumlah wartawan dari Jakarta ke rumahnya di Sapuran. 

Di mata keluarga, Shinta adalah anak yang berbakti. Hal ini ditunjukkan dengan patuhnya dia terhadap berbagai larangan atau petuah orang tuanya. Shinta juga kemana-mana selalu membawa air bekas cucian kaki ibunya. “Kami kemana-mana bawa air cucian kaki Ibu. Untuk dipakai mandi bahkan di minum. Diwadahi botol, kalau hampir habis kami tambah air lagi supaya tetap penuh,” ujar Aries Bachir, kakak sekaligus manajer Shinta.
  
Sang Ibu, Sumiyati (62) yang beberapa waktu lalu menderita pengapuran pada salah satu kakinya yang memaksanya harus melakukan operasi amputasi, ternyata hingga kini masih belum sepenuhnya paham akan profesi sang anak. “Pernah suatu ketika Ibu menangis melihat Shinta berperan sebagai penjual pecel di sebuah film. Ibu pikir itu kehidupan Shinta yang sebenarnya,” ujar Aries. “Kon bali wae meng ngomah, Mbok egen teyeng ngempani,” lanjut Aries menirukan ucapan Ibunya. Pernah juga sang Ibunda melihat adegan Shinta dikejar-kejar hantu, sang Ibu bertanya dalam bahasa daerah, “kuwe ana batire apa ora?” tanya sang Ibu. (omtri)
image

Brand Development

Saya adalah blogger, penulis, citizen journalist sekaligus praktisi marketing. Konsultan pengembangan merek, penyusunan sistem franchise. Trainer marketing, sales dan online advertising

image

Web Development

Anda butuh website atau blog pribadi? Untuk pengembangan usaha, LSM, organisasi, sekolah, toko online atau perusahaan Anda? Silahkan hubungi saya 0812-2222-0750 atau kirim email ke mr.antowiyono@gmail.com