Masyarakat disana sejak dulu lebih banyak menggunakan bahan bakar kayu untuk keperluan memasak sehari-hari, selain mudah didapatkan di kebun belakang rumah, gaya hidup disanapun masih relatif terbelakang sehingga memasak menggunakan kompor minyak apalagi kompor gas sangatlah tidak seimbang dengan keadaan tempat tinggal disana yang masih sangat sederhana. Lantai berplester baru diterapkan beberapa tahun ini, bahkan listrikpun baru masuk setelah saya dewasa dan merantau kemana-mana.
Ketika Pemerintah mencanangkan program konversi minyak tanah ke elpiji, masyarakat di daerah ini merasa cukup gembira, sangatlah beda dengan daerah konversi yang lain. Sebab di daerah ini program konversi tak diikuti oleh aksi ngantri minyak tanah yang mulai langka seiring dikuranginya pasokan minyak tanah ke masyarakat. Pasalnya, masyarakat di daerah ini jarang atau hampir tak pernah membeli minyak tanah untuk keperluan bahan bakar kompor mereka, sehingga ketika minyak tanah mulai langka dipasaran, mereka tak sedikitpun merasakan imbasnya.
Dulu, ketika saya masih kecil, saya sering disuruh Ibu membeli minyak tanah ke warung, tapi bukan untuk menyalakan kompor melainkan hanya sebagai bahan bakar lampu teplok atau lampu petromak yang biasa kami pakai untuk penerangan rumah kami. Atau sekedar untuk memancing nyala api di tungku kompor perapian kayu dengan menyiramkannya ke abu tungku lalu menyulutnya dengan korek api.
Begitulah.
Konversi bahan bakar memasak yang diluncurkan pemerintah inipun berubah keadaan menjadi Program Konversi Kayu Bakar Ke Gas.
7 comments:
Kalau melihat bahwa di kampung halaman Mas Tri jarang ada yang memakai kompor minyak, saya yang di "kota" jadi iri. Di Pati ini minyak tanah susah didapat dan sering memicu cekcok dengan tetangga. Untungnya saya sudah hijrah ke elpiji beberapa bulan yang lalu.
Saat ini saya masih menunggu kompor dan tabung gas gratis dari pemerintah. Buat naik gunung :D
justru saya sedang menunggu program ini agar masyarakat banyak yang pakai elpiji, kemudian banyak yang menggunakan juga banyak yang kesulitan dan banyak juga yang kerusakan dan permasalahan lainnya, sehingga keahlian saya nyervis kompor gas bisa segera mendapatkan pelanggan... lumayan kalau satu tungku biaya servisnya 15ribu, berapa peluang yuang akan sayta dapat dari program konversi (baca:hijrah) ini...semoga...
dan memang lebih hemat menggunakan elpiji
:D
***kayak pejabat pertamini***
simbokku isih nganggo kayu kih, hehehhe..
salam kenal, ijin ngelink ya om tri
tetep aja gas susah di cari
menunggu konversi ke bio gas kapan ya???
Post a Comment