Pada jumpa pers tersebut Arifinto mengaku hanya tanpa sengaja membuka link yang terdapat pada email yang dikirim seorang temannya. Bukan membuka folder yang ada di PC tabletnya. Arifinto juga mengaku jenuh saat mengikuti sidang tersebut.
Beragam komentarpun akhirnya bermunculan atas peristiwa ini. Arifinto yang berasal dari PKS dikecam habis-habisan, pasalnya partai tempat dia bernaung adalah partai yang (konon) religius. Dan juga tempat bernaung Menkominfo Tifatul Sembiring yang sesumbar akan memberantas masuknya situs porno ke Indonesia serta perang terhadap pornografi. Bukankah memberantas pornografi juga harus disertai dengan budaya moral yang menentang konten pornografi? Bukan hanya kontennya yang dicegah, tetapi juga moralnya yang harus diperbaiki. Justru jika moral sudah baik, sebanyak apapun konten pornografi masuk ke Indonesia, maka konten tersebut tidaklah laku. Bukan begitu?
Arifinto yang mengaku jenuh saat mengikuti sidang juga dianggap telah melecehkan amanat dari konstituennya. Bukankah jenuh itu sama dengan bosan? Hah, bosan? Bosan mengikuti sidang? Lalu apa yang dia inginkan? Jika bosan mengikuti sidang sama artinya dengan bosan menjadi wakil rakyat. Mundur sajalah. Letakkan saja jabatan/amanat ini. Masyarakat juga tidak akan mau mengamanatkan suaranya kepada orang yang sudah jenuh, sudah bosan. Ini akan menjadikan masyarakat menurunkan tingkat kepercayaannya kepada wakil rakyat.
Arifinto juga dianggap tokoh yang tidak baik dengan menyebut dirinya mendapatkan email dari teman yang ternyata memuat link berisi konten porno. Seorang yang terhormat dan bisa menjaga pergaulan tentu tidak akan berteman dengan orang yang suka mengirimkan konten porno. Masuknya link yang berisi konten porno pada email seseorang biasanya terjadi jika orang tersebut berteman dengan orang yang memiliki hobi yang sama yakni mengunduh atau menikmati konten porno. Atau juga email tersebut pernah dipakai mendaftarkan diri untuk mendapatkan akun di sebuah situs porno. Ini artinya si pemilik email adalah penghobi situs porno.
Lalu, jika seorang wakil rakyat menikmati konten porno saat bersidang, akankah dibiarkan saja? Kita membutuhkan sebuah shock terapi. Seharusnya tidak ada toleransi untuk Arifinto. Dia harus dipecat dari DPR. Badan Kehormatan DPR haruslah menggunakan kewenangannya untuk mengusut hal ini. Bukti sudah cukup, pengakuan Arifinto juga sudah lengkap. Hukum yang telah dia lecehkan haruslah bisa memberinya punishment. Hukum harus ditegakkan. Moral harus menjadi sesuatu yang tak bisa ditawar lagi. Kampanye anti pornografi yang dibuat oleh DPR dan dilecehkan oleh anggotanya sendiri harus mengena dan memberi pelajaran kepada siapa saja yang tidak mengindahkannya. So, pecat Arifinto dari DPR!!!
0 comments:
Post a Comment