Alur kehidupan kerap kali tidak bisa ditebak. Sebuah cita-cita kadang justru tidak kita temukan di masa depan, sedangkan kita menjalankan kehidupan yang sama sekali tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Menjadi buruh migran di negeri orang, contohnya. Tidak banyak orang yang bercita-cita menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) di negara lain. Tetapi jika jalan hidup sudah begitu, apa mau dikata?
Namun jika semua dilakukan dengan penuh sukacita, maka akan mendatangkan kebahagiaan, begitu menurut Parsiyem, salah satu buruh migran asal Desa Jetis, Pacarmulyo, Leksono yang kini berada di Hong Kong. Bersama sekitar 40 tetangganya kini ia bekerja di Hong Kong sebagai penatalaksana rumah tangga, pekerjaan yang tidak pernah dicita-citakannya.
“Menjadi buruh di negara lain itu gampang-gampang susah”, katanya. Apalagi bekerja sebagai pembantu rumah tangga, dimana setiap hari berinteraksi langsung dengan sang majikan. Jika mendapatkan majikan yang galak, maka akan sangat mudah kena marah saat melakukan sebuah kesalahan, sekecil apapun.
Namun kehidupan menjadi seorang TKW tidak serta merta menyeramkan seperti yang kerap kita lihat di berita televisi. Banyak di antara para TKW khususnya dari Wonosobo yang menikmati kehidupannya menjadi seorang pembantu rumah tangga. Pasalnya, meski bekerja di rumah majikan, namun mereka tetap bisa mudah berkomunikasi dengan teman-teman dan keluarganya di tanah air melalui telepon ataupun jejaring sosial.
“Kami sangat terbantu dengan adanya Facebook. Jejaring sosial ini menyatukan kami, baik sesama TKW maupun dengan keluarga di rumah”, kata salah seorang TKW Sumarsih, asal Desa Tlogo, Sukoharjo yang memiliki akun di Facebook: Sumarsih Cah Tlogo. Selain itu, menurut “bunda” para TKW asal Wonosobo ini, mereka bisa berkumpul dengan sesama teman setiap hari Minggu. Tepatnya di “alun-alunnya Hong Kong” yang bernama Victoria Park.
Di lapangan luas ini setiap Minggu pagi berkumpul ratusan bahkan ribuan buruh migran yang kebanyakan berasal dari Indonesia. Mereka berkumpul, ngobrol, arisan, tahlilan, ngaji hingga merayakan ulang tahun salah satu di antara mereka yang kebetulan sedang berulang tahun. “Di tempat ini ramai setiap Minggu pagi, karena hari Minggu merupakan hari libur, sehingga kami off bekerja dan keluar rumah ngumpul sama teman-teman, refreshing”, kata Astuti Nova, salah satu di antaranya.
Ya, Hong Kong adalah salah satu negara yang memiliki aturan cukup ketat untuk domestic worker seperti pembantu rumah tangga. Domestic worker memiliki hak untuk libur pada saat hari Minggu atau public holiday. Jika ada majikan yang ketahuan tetap mempekerjakan pembantu di hari libur maka akan dikenai denda atau hukuman.
Tetapi ternyata tidak semua pekerja di Hong Kong diperbolehkan keluar rumah setiap hari Minggu atau public holiday. Ada beberapa yang memiliki majikan dengan aturan ketat. Jangankan untuk libur, untuk menggunakan telepon atau mengakses internet saja dilarang. “Di sini banyak yang punya majikan galak. Nggak boleh ini, nggak boleh itu”, kata Yurindra Indra, seorang TKW asal Jangkrikan, Kepil. “Banyak teman-teman TKW yang bisa ikut kursus, bahkan ikut kuliah. Tapi tidak sedikit pula yang sama sekali nggak punya kebebasan seperti itu”, sambungnya.
Lain lagi cerita Kharsinah Rahayu, selama berada di perantauan jauh di negeri orang, dia bersama teman-teman masih tetap peduli dengan kampung halaman. Semisal, ketika terjadi bencana longsor di Desa Tieng beberapa waktu yang lalu, dia mengumpulkan dana bantuan bersama teman-temannya. Hal ini dilakukannya sebagai wujud kepeduliannya kepada kampung halaman. [omtri]